Headlines News :
Home » » Anak-anak Lereng Merapi Tampilkan Teater ala Shakespeare

Anak-anak Lereng Merapi Tampilkan Teater ala Shakespeare

Written By ari susanti on Friday, March 15, 2013 | 11:50 PM


Anak-anak Lereng Merapi Tampilkan Teater ala Shakespeare



Jogja – Ratusan anak-anak yang tinggal di lereng gunung Merapi menampilkan aksi teatrikal dengan judul “Impen Wengi ing Merapi”, di Padepokan Seni Tjipta Boedaja, Senin (11/3/2013) malam.

            Pentas Impen Wengi ing Merapi merupakan ide seorang antrolopog etnomusikologi spesialis budaya Bali dan Jawa, Dr Chaterine Basset atau dikenal dengan Kati dengan mengadaptasi karya William Shakespeare, seorang penulis dan sastrawan legendaris dari Inggrisberjudul A Midsummer Night’s Dream, dengan memadukan kebudayaan Jawa, Bali, dan Eropa.

            Keheningan di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun malam itu berubah menjadi semarak. Riuh tepuk tangan terdengar dari  kegelapan saat puluhan bocah secara perlahan melangkah dari tengah sorot lampu berwarna netral. Gadis-gadis itu mengenakan kostum berwarna putih layaknya putri kerajaan yang penuh gemerlap mahkota berlapis emas.

            Dengan lemah gemulai mereka menari, menariknya, kain putih yang tiba-tiba memanjang di antara mereka menggelombang seiring gerakan tangan, menyerupai ombak di laut. Seorang perempuan kemudian menebarkan bunga di panggung. Kemudian diiringi dengan tokoh wayang layaknya kisah Arjuna mencari cinta yang memanah hati seorang gadis.

 Teater yang dipentaskan tersebut mengisahkan seorang gadis bernama Hermia yang dipaksa menikah dengan Demetrius, pria pilihan ayahnya. Namun, Hermia secara tegas menolak keinginan ayahnya itu, lantaran hatinya telah terpikat pada Lysander.

            Demetrius yang sangat beruntung itu terus saja mengejar Hermina. Sementara di tengah kasmaran, Demetrius didatangi gadis yang sama sekali tidak dia cintai, Hellena. Akhirnya, diapun semakin kalut karena takut kehilangan Hermina sebelum benar-benar dia dapatkan.

            Kondisi percintaan yang rumit ini kemudian membuat ratu peri muncul menggunakan ramuan ajaib yang menjadikan Demetrius dan Lysander jatuh hati kepada Hellena, gadis yang sebenarnya tidak dalam perebutan.

            Sutradara asal Perancis, Kati dengan dibantu dengan aktor di Theatre National Populaire Perancis, Nicolas Gonzales, menyajikan karya tersebut dengan konsep teater kolosal dengan kolaborasi musik gamelan dan gending-gending Jawa. Seni tari, seni musik dan budaya Eropa yang disandingkan dengan budaya asli anak-anak Merapi. Semuanya dikemas secara terpadu dan apik dalam suatu pertunjukan seni musik dan tari yang diperankan oleh anak-anak. Sajian ini, tentu saja sangat menarik perhatian sejumlah khalayak, turis asing dan warga sekitar. 

            Pementasan yang berdurasi sekitar 120 menit ini melibatkan sekitar 100 anak di sekitar lereng Merapi dari anak- anak SD hingga SMA. Meskipun beberapa pemain bukan berlatar belakang pemain teater, namun pertunjukan tersebut membuat ratusan penonton tak beranjak dari tempat duduk mereka.
“Ada kesamaan antara budaya barat dengan Jawa khususnya Merapi. Dari situ saya berusaha untuk melakukan sebuah pertunjukan dari dua budaya tersebut,” jelas Kati.

            Menurut Kati karya-karya Shakespeare yang dibuat pada abad 16 SM pun ternyata memiliki kesamaan dengan budaya Jawa. Ia kemudian tertarik dan tertantang untuk mengkombinasikan budaya tersebut.“Budaya perjodohan juga terjadi di Inggris dan bangsa barat lainnya. Selain itu, kepercayaan mitos kekuatan yang muncul selain manusia juga dipercaya oleh bangsa barat, seperti naskah Shakespeare,” kata Kati.

Kati mengaku mendapatkan tantangan selama proses penggarapan naskah yang dilakukan sekitar dua bulan. “Tantangannya terutama bagaimana memberikan pemahaman teks naskah terhadap  aktor yang rata-rata berusia 15-17 tahun dan belum pernah memainkan teater. Bisanya saya lakukan dengan mendekatkan emosi mereka ketimbang memberikan pemahaman teks naskah.

            Koordinator Pentas dari Tlatah Bocah, Gunawan Julianto menjelaskan pementasan tersebut ingin mengajak generasi masa kini bisa memilah nilai-nilai positif dari budaya barat. Ia mencontohkan, budaya barat serta Eropa lebih mementingkan ego. Kendati demikian, bila ada orang lain membutuhkan bantuan, maka akan menolong sepenuh hati.

“Berbeda dengan timur, yang seringkali memilih orang yang ditolong,” jelasnya.

Source : jogja.tribunnews
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Arie Template | Arie Template
Copyright © 2013. DETIK JOGJA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Arie Template
Proudly powered by Blogger