Anak-anak Lereng Merapi
Tampilkan Teater ala Shakespeare
Jogja – Ratusan anak-anak yang tinggal di lereng gunung Merapi menampilkan aksi teatrikal
dengan judul “Impen Wengi ing Merapi”, di Padepokan Seni Tjipta Boedaja, Senin
(11/3/2013) malam.
Pentas
Impen Wengi ing Merapi merupakan ide seorang antrolopog etnomusikologi
spesialis budaya Bali dan Jawa, Dr Chaterine Basset atau dikenal dengan Kati
dengan mengadaptasi karya William Shakespeare, seorang penulis dan sastrawan
legendaris dari Inggrisberjudul A Midsummer Night’s Dream, dengan memadukan
kebudayaan Jawa, Bali, dan Eropa.
Keheningan di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun malam itu berubah
menjadi semarak. Riuh tepuk tangan terdengar dari kegelapan saat puluhan bocah secara perlahan
melangkah dari tengah sorot lampu berwarna netral. Gadis-gadis itu mengenakan
kostum berwarna putih layaknya putri kerajaan yang penuh gemerlap mahkota
berlapis emas.
Dengan
lemah gemulai mereka menari, menariknya, kain putih yang tiba-tiba memanjang di
antara mereka menggelombang seiring gerakan tangan, menyerupai ombak di laut.
Seorang perempuan kemudian menebarkan bunga di panggung. Kemudian diiringi
dengan tokoh wayang layaknya kisah Arjuna mencari cinta yang memanah hati
seorang gadis.
Teater yang dipentaskan tersebut mengisahkan
seorang gadis bernama Hermia yang dipaksa menikah dengan Demetrius, pria
pilihan ayahnya. Namun, Hermia secara tegas menolak keinginan ayahnya itu,
lantaran hatinya telah terpikat pada Lysander.
Demetrius
yang sangat beruntung itu terus saja mengejar Hermina. Sementara di tengah
kasmaran, Demetrius didatangi gadis yang sama sekali tidak dia cintai, Hellena.
Akhirnya, diapun semakin kalut karena takut kehilangan Hermina sebelum benar-benar
dia dapatkan.
Kondisi
percintaan yang rumit ini kemudian membuat ratu peri muncul menggunakan ramuan
ajaib yang menjadikan Demetrius dan Lysander jatuh hati kepada Hellena, gadis
yang sebenarnya tidak dalam perebutan.
Sutradara
asal Perancis, Kati dengan dibantu dengan aktor di Theatre National Populaire
Perancis, Nicolas Gonzales, menyajikan karya tersebut dengan konsep teater
kolosal dengan kolaborasi musik gamelan dan gending-gending Jawa. Seni tari,
seni musik dan budaya Eropa yang disandingkan dengan budaya asli anak-anak
Merapi. Semuanya
dikemas secara terpadu dan apik dalam suatu pertunjukan seni musik dan tari
yang diperankan oleh anak-anak. Sajian ini, tentu saja sangat menarik perhatian
sejumlah khalayak, turis asing dan warga sekitar.
Pementasan
yang berdurasi sekitar 120 menit ini melibatkan sekitar 100 anak di sekitar
lereng Merapi dari anak- anak SD hingga SMA. Meskipun beberapa pemain bukan
berlatar belakang pemain teater, namun pertunjukan tersebut membuat ratusan
penonton tak beranjak dari tempat duduk mereka.
“Ada
kesamaan antara budaya barat dengan Jawa khususnya Merapi. Dari situ saya
berusaha untuk melakukan sebuah pertunjukan dari dua budaya tersebut,” jelas
Kati.
Menurut
Kati karya-karya Shakespeare yang dibuat pada abad 16 SM pun ternyata memiliki
kesamaan dengan budaya Jawa. Ia kemudian tertarik dan tertantang untuk
mengkombinasikan budaya tersebut.“Budaya
perjodohan juga terjadi di Inggris dan bangsa barat lainnya. Selain itu,
kepercayaan mitos kekuatan yang muncul selain manusia juga dipercaya oleh
bangsa barat, seperti naskah Shakespeare,” kata Kati.
Kati
mengaku mendapatkan tantangan selama proses penggarapan naskah yang dilakukan
sekitar dua bulan. “Tantangannya terutama bagaimana memberikan pemahaman teks
naskah terhadap aktor yang rata-rata
berusia 15-17 tahun dan belum pernah memainkan teater. Bisanya saya lakukan
dengan mendekatkan emosi mereka ketimbang memberikan pemahaman teks naskah.
Koordinator
Pentas dari Tlatah Bocah, Gunawan Julianto menjelaskan pementasan tersebut
ingin mengajak generasi masa kini bisa memilah nilai-nilai positif dari budaya
barat. Ia mencontohkan, budaya barat serta Eropa lebih mementingkan ego.
Kendati demikian, bila ada orang lain membutuhkan bantuan, maka akan menolong
sepenuh hati.
“Berbeda
dengan timur, yang seringkali memilih orang yang ditolong,” jelasnya.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !